Rabu, 10 Oktober 2018

fiksi : satu

Mari membicarakan tentang hati, katanya. Karena aku sudah lelah ngobrolin pkl dari dulu awal kenalan hingga pkl ku tinggal dua minggu, ayo saja, kataku. 
Dia bilang, dia hanya punya satu hati, yang belum lama ini sudah sesak terisi. 
Lalu aku bertanya, apa isi nya? basa basi.
Gembira, katanya. Setiap ada pesan dari kamu aku tersenyum, katanya. 
Jadi, sekarang aku menjadi sumber kegembiraanmu? 
Iya. 
Lalu?
Lalu..... mau nggak jadi pacarku? biar gembiraku tidak pergi. Biar gembiraku hanya jadi milikku, bukan orang lain. 
Tapi aku bukan barang, aku bukan milik siapa siapa, kataku.
Tapi kamu tetap mau kan jadi pacarku?
Enggak, karena hatiku masih kututup. Untuk kamu. Maaf. 
Lalu.... bagaimana?
Cara untuk membuka hatiku? Agar aku merasakan hal yang sama? Memiliki sumber kegembiraan sama dengan kamu? Aku sendiri nggak tahu. Sudah tujuh tahun  aku nggak merasakan perasaan menggelitik di perut, kesusahan makan karena menunggu pesan singkat nggak mutu, ketika kamu muncul pun, aku belum bisa ngerasain itu. 
Kamu suka orang lain? 
Nggak, aku nyaman dengan kesendirianku. Yeah, walaupun bohong kalau aku bilang aku nggak senang diperhatikan ketika aku sakit, diberi makanan, kado serta ucapan selamat ulang tahun. Dua bulan ini aku merasa diperhatikan dan perasaan itu menyenangkan. Bukan berarti aku cinta sama kamu. Jadi... maaf ya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar